CENTRALNESIA – Institute for Essential Services Reform (IESR) memberikan apresiasi terhadap rencana PT PLN yang akan membangun 75 Gigawatt (GW) pembangkit energi terbarukan sebagai bagian dari upaya Indonesia untuk mencapai target dekarbonisasi pada 2060. Namun, IESR mengingatkan bahwa rencana ini belum sepenuhnya sejalan dengan tujuan Persetujuan Paris yang berusaha membatasi kenaikan suhu global di bawah 1,5°C. Untuk itu, transisi menuju energi terbarukan yang lebih cepat dan ambisius diperlukan.
Menurut IESR, Indonesia harus menunjukkan komitmen yang lebih kuat dan implementasi yang nyata untuk memenuhi target Persetujuan Paris. Selain itu, meskipun Indonesia telah sepakat untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan hingga tiga kali lipat pada 2030 dalam pertemuan COP ke-29, IESR menilai bahwa hal ini harus diterjemahkan dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
IESR juga mengusulkan agar setiap rencana pembangunan energi terbarukan disertai dengan strategi untuk mengurangi secara bertahap dan menghapuskan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara paling lambat pada 2045, demi mendukung pencapaian target pembatasan suhu 1,5°C. Langkah ini dianggap krusial untuk menurunkan emisi gas rumah kaca secara signifikan dan mendukung dekarbonisasi sektor kelistrikan pada tahun 2050.
Namun, IESR juga menyoroti bahwa meskipun Indonesia sering kali mengumumkan rencana besar, implementasi energi terbarukan masih jauh dari target yang telah ditetapkan. Hal ini terbukti dari kegagalan Indonesia untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025. Oleh karena itu, IESR mendesak pemerintah untuk tidak hanya mengumbar target besar di forum internasional, tetapi juga memastikan bahwa langkah konkret diambil untuk mengatasi berbagai hambatan dan tantangan yang ada.
IESR juga mendorong pemerintah untuk fokus pada pengembangan energi terbarukan yang murah dan dapat diandalkan, dengan teknologi yang terbukti efisien. Mereka berpendapat bahwa dengan percepatan pembangunan energi terbarukan, Indonesia bisa membangun hingga 120 GW energi terbarukan pada tahun 2030, yang akan mencakup lebih dari sepertiga bauran energi listrik di Indonesia dan mendekatkan Indonesia pada sektor ketenagalistrikan dengan nol emisi pada 2045.
Selain itu, IESR mengingatkan pentingnya penyusunan strategi transisi energi yang lebih menyeluruh oleh pemerintah. Strategi ini harus mencakup reformasi kebijakan dan kelembagaan agar PLN dan pihak terkait lainnya dapat memenuhi target energi terbarukan yang telah ditetapkan. Terkait pendanaan, IESR menekankan perlunya pengelolaan yang bijaksana atas investasi sebesar 235 miliar dolar AS untuk mempercepat transisi energi yang berkelanjutan, dengan fokus pada proyek-proyek energi terbarukan yang dapat memberikan dampak nyata dalam mengurangi emisi karbon di Indonesia.
Pemerintah Indonesia berencana untuk membangun 100 GW pembangkit listrik, dengan 75 persen kapasitasnya berasal dari energi terbarukan hingga tahun 2040, yang memerlukan investasi mencapai 235 miliar dolar AS. Rencana ini diumumkan oleh Ketua Delegasi Indonesia di COP ke-29, Hashim S. Djojohadikusumo.
More Stories
PTBA Ubah Lahan Tidak Produktif di Sukamoro untuk Pemberdayaan Masyarakat
LPS Evaluasi Kenaikan Batas Jaminan Simpanan di Atas Rp 2 Miliar
Memperkuat Literasi Keuangan untuk Mencapai Masyarakat yang Cerdas Finansial