
CENTRALNESIA – Pada Minggu (10/11/2024), rupiah diperkirakan akan mengalami tekanan terhadap dolar AS setelah rilis indeks sentimen konsumen Amerika Serikat (AS) yang lebih kuat dari yang diperkirakan, yaitu sebesar 73, melebihi ekspektasi pasar yang hanya 71. Hal ini dapat mendorong ekspektasi inflasi yang lebih lambat, sehingga meningkatkan permintaan dolar AS dan menekan mata uang lain seperti rupiah.
Pada Jumat (8/11/2024), rupiah spot ditutup menguat sebesar 0,43% menjadi Rp 15.672 per dolar AS, dan dalam sepekan mengalami penguatan sekitar 0,51%. Sementara itu, berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah menguat 0,60% dalam sehari ke level Rp 15.671 per dolar AS.
Analis Mata Uang dan Komoditas, Lukman Leong, menyebutkan bahwa faktor ini hanya memberikan dampak jangka pendek. Selain itu, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memperkirakan bahwa pergerakan rupiah minggu depan akan dipengaruhi oleh rilis data inflasi AS, dengan investor yang akan melihat prospek pemotongan suku bunga pada tahun 2025.
Proyeksi untuk minggu depan (11-12 November) adalah bahwa rupiah akan bergerak di kisaran Rp 15.600 per dolar AS hingga Rp 15.700 per dolar AS, menurut Lukman, dan Rp 15.600 per dolar AS hingga Rp 15.750 per dolar AS, menurut Josua.
More Stories
Efisiensi Anggaran Pemerintah Harus Dimitigasi untuk Menjaga Pertumbuhan Ekonomi
KKP Dorong PT Garam Tingkatkan Produksi Menuju Swasembada Garam 2027
Persaingan Likuiditas Perbankan Kian Ketat, Bank Mandiri Soroti Tantangan Penghimpunan Dana