
CENTRALNESIA — Ketua DPU Bidang Angkutan Sewa Khusus (ASK) DPD Organda Bali, Aryanto, menentang keras usulan yang mewajibkan sopir angkutan pariwisata dan transportasi daring memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Bali. Ia menilai kebijakan tersebut tidak adil dan dapat memicu perpecahan.
“Jika aturan ini diberlakukan, ini bertentangan dengan asas keadilan dan berpotensi menimbulkan permasalahan sosial,” ujar Aryanto dalam keterangan tertulis, Minggu (2/2).
Aryanto menambahkan bahwa Organda Bali siap melakukan gugatan class action jika kebijakan tersebut diimplementasikan oleh pemerintah daerah.
Kemacetan Tidak Bisa Hanya Dituduhkan pada Taksi Daring
Menurut Aryanto, permasalahan transportasi dan kemacetan di wilayah selatan Bali tidak seharusnya hanya dibebankan pada keberadaan taksi daring.
Ia juga menyoroti adanya oknum sopir pariwisata konvensional yang beroperasi dengan mobil berpelat hitam tanpa izin resmi. Bahkan, beberapa oknum diduga menyalahgunakan izin angkutan sewa khusus atau transportasi daring.
“Menjadikan transportasi daring sebagai penyebab macet tidak berdasarkan kajian data yang jelas,” tegasnya.
Usulan FPDP Bali dan Rencana Perda Baru
Sebelumnya, Forum Perjuangan Driver Pariwisata (FPDP) Bali mengusulkan enam poin penting kepada DPRD Bali, termasuk:
- Kewajiban sopir transportasi pariwisata dan daring memiliki KTP Bali.
- Pembatasan kuota mobil taksi daring.
- Penertiban vendor angkutan sewa khusus.
- Penyusunan standardisasi tarif angkutan sewa khusus.
Menanggapi usulan tersebut, Ketua DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya menyatakan bahwa regulasi moda transportasi daring dan konvensional akan diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) yang rencananya ditetapkan setelah pelantikan gubernur definitif pada 6 Februari 2025.
“Kami sudah mulai pembahasan lewat Bapemperda, tapi menunggu gubernur definitif untuk finalisasi. Tidak bisa jika masih penjabat gubernur,” ujarnya.
Perbaikan dari Pergub Nomor 40 Tahun 2019
Saat ini, moda transportasi daring di Bali diatur melalui Peraturan Gubernur Nomor 40 Tahun 2019, yang mengatur bahwa pengemudi cukup memiliki surat keterangan domisili di wilayah Bali.
Namun, Dewa Made Mahayadnya menegaskan bahwa regulasi tersebut akan ditingkatkan menjadi Perda dengan penambahan aturan dan sanksi hukum bagi pelanggar.
“Pergub ini harus kami perkuat dengan Perda agar mobil dan sopir yang beroperasi di Bali lebih teratur dan ada sanksi yang jelas,” tutupnya.
More Stories
BNI Targetkan Pembiayaan Berkelanjutan Rp199,67 Triliun pada 2024 untuk Dukung Ekonomi Hijau
BPK Berkomitmen Periksa Laporan Keuangan WMU Tahun 2024 Sesuai Standar Internasional
Stok Beras Bulog Cabang Rejang Lebong Cukupi Kebutuhan Hingga Empat Bulan Ke Depan