CENTRALNESIA – Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memperkirakan surplus perdagangan Indonesia pada Oktober 2024 akan turun menjadi 2,74 miliar dolar AS, menurun dari 3,26 miliar dolar AS pada September 2024. Penurunan ini diprediksi karena meskipun permintaan domestik tetap kuat, ekspor Indonesia akan mengalami pelambatan.
Josua mengungkapkan bahwa meskipun ekspor dan impor diperkirakan tetap tumbuh dibandingkan tahun sebelumnya, laju pertumbuhan impor Indonesia akan lebih tinggi dibandingkan ekspor. Ia memperkirakan ekspor Indonesia akan tumbuh hanya 2,80 persen (yoy) pada Oktober 2024, lebih rendah dibandingkan dengan 6,44 persen yoy pada bulan sebelumnya. Perlambatan ini sebagian besar disebabkan oleh penurunan permintaan global, khususnya dari Tiongkok, serta penurunan harga komoditas.
Tiongkok, sebagai negara tujuan utama ekspor Indonesia, menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang melambat, dengan ekspor Indonesia ke Tiongkok mengalami kontraksi 5,50 persen yoy pada Oktober 2024, jauh berkurang dari pertumbuhan 7,88 persen yoy yang tercatat pada September. Di sisi lain, meskipun ekspor Indonesia diperkirakan melambat, proyeksi impor tetap menunjukkan angka yang relatif tinggi, yaitu 7,26 persen yoy pada Oktober 2024, meskipun sedikit turun dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 8,55 persen yoy. Ini mencerminkan adanya permintaan domestik yang lebih kuat ketimbang permintaan luar negeri.
Sekitar 90 persen dari total impor Indonesia terdiri dari bahan baku dan barang modal. Sementara itu, ekspor Indonesia ke Tiongkok tercatat mengalami lonjakan tajam sebesar 28,14 persen yoy pada Oktober 2024, naik signifikan dibandingkan dengan angka 12,52 persen yoy pada bulan sebelumnya.
Meskipun surplus perdagangan diperkirakan akan menurun, Josua tetap mempertahankan proyeksi defisit transaksi berjalan (CAD) yang relatif terkendali untuk 2024 dan 2025. Pada triwulan III-2024, CAD diperkirakan akan turun menjadi 0,78 persen dari PDB, lebih rendah dari 0,88 persen pada triwulan II-2024, sesuai dengan pola musiman yang terjadi.
Walaupun surplus neraca barang diperkirakan akan menyusut, Josua memperkirakan defisit pendapatan primer akan menurun setelah mencapai puncaknya pada triwulan II-2024, yang disebabkan oleh pembayaran bunga dan kupon yang lebih tinggi secara musiman atas aset keuangan lokal yang dimiliki oleh non-residen. Untuk tahun penuh 2024, diperkirakan CAD akan sedikit melebar, dari 0,16 persen PDB pada 2023 menjadi 0,78 persen PDB.
More Stories
BSI Catatkan Pertumbuhan Pembiayaan Kendaraan Hingga Rp5,15 Triliun di Tengah Tren Penurunan Pasar
Retno Marsudi Bergabung sebagai Direktur Non-Eksekutif di Gurin Energy
TPAKD Resmi Dibentuk di Seluruh Indonesia, Dorong Inklusi Keuangan Daerah